Eksistensi Sasi di Maluku

Jauh sebelum orang-orang secara global membahas pentingnya pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, masyarakat Maluku sudah menerapkannya sejak lama. Melalui hukum adat sasi yang diwariskan turun-temurun dari leluhur, orang Maluku dengan sendirinya telah menjaga kelestarian lingkungan.Konon sasi telah diberlakukan sejak tahun 1600an.
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Oleh karena peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan ini juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam dan antar manusia dalam wilayah yang dikenakan larangan tersebut, maka sasi pada hakekatnya juga merupakan suatu upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga/penduduk setempat.
Salah satu bentuk sasi yang paling menarik dan paling unik di Maluku adalah sasi ikan lompa dari Pulau Haruku.Jenis sasi ini hanya terdapat di Pulau Haruku. Lebih unik lagi karena sasi ini sekaligus merupakan perpaduan antara sasi laut dengan sasi kali.

Setelah ikan lompa yang dilindungi cukup besar dan siap untuk dipanen (sekitar 5-7 bulan setelah terlihat pertama kali),maka serangkaian upacara adat pun dilakukan, seperti makan patita dan kemudian membakar api unggun di muara kali Learisa Kayeli dengan tujuan untuk memancing ikan ikan lompa lebih dini masuk ke dalam kali sesuai dengan perhitungan pasang air laut. Biasanya, tidak lama kemudian, gerombolan ikan lompa pun segera berbondong-bondong masuk ke dalam kali. Pada saat itu, masyarakat sudah siap memasang bentangan di muara agar pada saat air surut ikan-ikan itu tidak dapat lagi keluar ke laut.


Tepat pada saat air mulai surut, pemukulan tipa pertama dilakukan sebagai tanda bagi para warga, tua-muda, kecil-besar, semuanya bersiap-siap menuju ke kali. Tifa kedua dibunyikan sebagai tanda semua warga segera menuju ke kali. Tifa ketiga kemudian menyusul ditabuh sebagai tanda bahwa Raja, para Saniri Negeri, juga Pendeta, sudah menuju ke kali dan masyarakat harus mengambil tempatnya masing-masing di tepi kali.


Memang sasi sangat berperan untuk mengatasi degradasi lingkungan seperti di Pulau Haruku. Namun Perusakan lingkungan (habitat) terumbu karang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab semakin gencar dilakukan. Walaupun masyarakat telah mengupayakan berbagai langkah, namun semua itu bagai membuang garam di laut. Alhasil, mungkinkah rakyat kecil yang sederhana dan awam ini tidak mampu menembusi dinding-dinding birokrasi ? Entahlah..

Sail Banda 2010



Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) mengisyaratkan bahwa Indonesia sampai dengan tahun 2025 haruslah menjadi suatu Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Kondisi obyektif Indonesia memang sangat memungkinkan untuk kelautan menjadi kekuatan ekonomi asal didukung dengan konsistensi political Wilaya Negara sampai akhir era RPJP. Periode pertama pembangunan jangka panjang akan segera berakhir di tahu 2009 ini. Bertepatan dengan itu, lahir sejumlah event akbar kelautan seperti World Ocean Conference (WOC) Coral Triangle Initiative (CTI) dan sail bunaken dengan jumlah kesukseskannya. Bahkan CTI Merupakan inisiatif murni Presiden SBY. Jika event seperti ini dilakukan secara rutin, tidak mustahil sampai tahun 2025 cita-cita menjadi Negara kepulauan yang kuat dapat dicapai.

Negara kepulauan yang kuat adalah Negara yang mampu memanfaatkan potensi Kelautan untuk pembangunan ekonominya. WOC, CTI dan Sail Bunaken adalah contoh-contoh pemanfaatan potensi kelautan diatas. Diawal periode kedua RPJP (2010-2014) direncanakan pelaksanaan Sail Banda yang berpusat di Ambon Kata “ Banda “ digunakan karena nama tersebut telah mendunia sejak zaman colonial melalui rempah-rempahnya. Tulisan ini merupakan upaya sosialilasi kepada public di Maluku terhadap momen akbar tersebut di atas.

Ide Sail Banda pertama kali dipresentasikan Menteri Kelautan dan Perikan, Fredy Numberi pada Rapat Koordinasi Sail Bunaken tanggal 16 September 2009, dihadiri oleh Panglima Angkatan Bersenjata serta Perwakilan eselon 1 lintas departemen dan lembaga non departemen serta pemda Provinsi Sulawesi Selatan Utara dan Maluku.



Sail Banda 1020 akan mengambil tema utama “ Small Island For Our Future “ artinya pulau-pulau kecil untuk masa depan kita. Tema ini diambil karena Maluku sebagai lokasi kegiatan ini merupakan provinsi yang srtuktur geografisnya didominasi oleh pulau-pulau kecil. Sekaligus sebgai wilayah yang sangat terncam dengan isu perubahan iklim maka sangat relevan kalau diskusi difokuskan pada dampak perubahan ilkim pada pulau-pulau kecil. Suatu agenda yang menarik untuk dipahami oleh Forum Provinsi Kepulauan.



Event yang direncanakan berlangsung antara 27 Juli sampai 8 Agustus 2010 ini memiliki sejumlah agenda utama berupa yacht rally and race, kerjurnas olah raga perairan dan game fishing, internasional diving tournament, Arafura games, internasional conference on small island, konferensi kerjasama Indonesia-Australia, internasional seminar on “ sago and spices for food safety, seafood and fish product expo, lintas nusantara remaja bahari, peringatan Kemerdekaan RI Di Maluku Barat Daya, operasi “ Surya Baskara Jaya “ dan Navy to Navy talk and port visit. Agenda ini masih terus berkembang jika ada ide-ide cemerlang berkembang dari daerah.

Ada jumlah event nasional dan internasional lain diluar agenda Sail Bunaken yang dapat digabungkan untuk meramaikan Kota Ambon antara lain :1) Konferensi nasional pesisir dan pulau-pulau kecil yang melibatkan peserta 500 sampai 1000 orang,2) Senior Official Meeting (pertemuan eselon 1) dan Ministerial Meeting (Pertemuan tingkat menteri) dari 6 negara wilayah segitiga terumbu karang (Coral Triangle) yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua New Guinea dan Salamon Islands.



Acara akbar seperti ini dipahami sangat didambakan masyarakat Maluku sejak lama. Maka kesempatan emas ini jangan disia-siakan. Inilah momentum untuk merupah image secara nasional bahkan internasional tentang Maluku. Untuk itu diperlukan kerjasama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat untuk raih kesuksesan.



Sail Banda dapat disebut acara akbar karena diperkirakan Kota Ambon akan dibanjiri manusia sekitar 5000an orang melebihi daya dukung Kota Ambon. Sebgai pembanding, Kota Manado dikunjungi 8000an saat Sail Bunaken dengan jumlah uang yang beredar saat itu sekitar 3-4 milyar per hari. Maka tidak berlebihan juga kalau disebut acara sebagai peluang emas bagi Kota Ambon dan Maluku secara umum memenfaatkan peluang yang ada.

Ada beberapa manfaat momentum ini antara lain: a) mendorong investasi swasta dan pemerintah,b) mempromosikan Maluku di mata nasional dan dunia sebagai destinasi wisata kelas dunia, c) menjadikan Maluku sebagai pintu gerbang timur Indonesia, d) mengembangakan potensi kelautan dan perikanan Maluku untuk kesejahteraan rakyat, e) memberikan peluang bagi lembaga pendidikan tinggi untuk mengangkat isu local menjadi nasional dan internasional seperti sagu dan rempah-rempah untuk ketahan pangan serta pemikiran-pemikiran soal perubahan iklim.

See You On Sail Banda 2010




Pantai Natsepa merupakan salah satu spot wisata yang sangat diminati di Maluku, bukan hanya oleh wisatawan domestik,namun bule-bule pun doyan ke sini. Selain pantainya yang landai dan pasir putih yang lembut, Pantai Natsepa sangat terkenal dengan jajanan buah yg sangat khas " Rujak Natsepa"...

Rujak Natsepa memberi kesan tersendiri bagi siapa saya yang menikmatinya.Untuk itu jalan-jalan ke Pantai Natsepa, Pulau Ambon, Maluku, jangan lewatkan menikmati rujak buah khas Natsepa. Bumbu rujak ini terkenal legit dan rasanya berbeda dari bumbu rujak lainnya. Bumbu rujak Natsepa ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke tempat wisata tersebut.

Ambon Manise


Sejarah Kota Ambon

Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok masyarakat tersebut dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing, dan sebagainya. Merekalah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Ambon. Kelompok masyarakat ini berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Oleh karena itu tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan starting point warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam pemerintahan pada masa itu sebagai modal menentukan masa depannya. Tanggal 7 September pun ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Ambon.



Lambang Pemerintah Kota Ambon

1. Penjelasan Umum

Lambang Daerah Kota Ambon berbentuk Segitiga Sama Kaki dengan sudut puncak diletakkan pada bagian bawah. Warna dasar yang terdapat pada bidang lambang adalah Merah Tua, melambangkan tekad dan keberanian masyarakat Maluku. Pada kedua kaki segitiga sama panjang diberi umbai-umbai berwarna Kuning melambangkan keluruhan budi pekerti.

2. Penjelasan Detail

Belang Manggurebe serta 5 (lima) orang yang mengayuhnya berwarna dasar putih merupakan lambang khas Daerah Maluku yang memberikan pengertian tentang dinamika gerak maju untuk mencapai suatu tujuan dengan mendasari sifat-sifat :
a. Gotong Royong
b. Pencerminan jiwa dan semangat persatuan
c. Disiplin yang tinggi
d. Kepemimpinan dan
e. Kepastian tujuan yang akan dicapai

Kelima orang yang mengayuhnya lebih khusus melambangkan persatuan kegotong royongan sesuai dasar Panca Sila Berdasarkan dasar putih melambangkan Kesucian.

Lautan yang berwarna Biru Tua, menggambarkan secara jelas dan realistis keadaan Lautan di Daerah Maluku. Selain itu Lautan dan gelombangnya melambangkan tentang samudera perjuangan yang dihadapi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan cita-cita kita.

Tiga buah gunung berwarna Hijau Muda, langit berwarna Biru Muda dan delapan ekor burung talang, bila ketiga lambang ini (Gunung : Hijau Muda, Langit : Biru Muda dan Burung Talang) dihubungkan dengan Lautan yang berwarna Biru Tua, maka akan menggambarkan keindahan dan kemegahan alam di Maluku dengan Kotanya Ambon. Selain itu tiga buah gunung dan Lautan melambangkan ciri geografis daerah Maluku yaitu suatu daerah yang terdiri dari rangkaian kepulauan yang dihubungkan dengan lautan. Tiga buah gunung melambangkan sejarah Trikora di mana daerah sangat besar artinya sebab Kota Ambon merupakan satu-satunya Kota front terdepan dalam pelaksanaan Trikora.

Benteng berwarna Kelabu adalah pelambang Kota dan hal ini lebih dijelaskan lagi dengan tulisan “ KOTA AMBON “ di atas dinding benteng tersebut

Tombak dan Parang Salawaku melambangkan senjata rakyat untuk mempertahankan kemerdekaannya

Lingkaran Pelepah Daun Sagu serta rangkaian buah kelapa yang baru mekar melambangkan sumber hidup rakyat di daerah Maluku sejak purbakala.

Motto “BERSATU MANGGUREBE MAJU“ merupakan intisari dari keseluruhan lambang tersebut.

Jumlah bungkal batu yang masing-masing terdiri dari 18 dan 17 bungkal melambangkan 1817 (yakni saat memuncaknya semangat patriotik rakyat Maluku di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura untuk melawan
Penjajah).

Buah Kelapa yang baru mekar sebanyak 17 buah, Burung Talang sebanyak 8 ekor dan Daun Sagu 45 helai melambangkan angka keramat 17-8-1945.

V I S I

“Terbinanya Persatuan Manusia Ambon Yang “Manis” sebagai prasyarat Membangun Kota Ambon dan Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Yang Bermartabat Secara Berkelanjutan”.

M I S I

  • Mewujudkan Pembinaan Persatuan Manusia Ambon Yang “Manis” Secara Berkelanjutan.Substansi misi ini adalah terwujudnya stabilitas sosial dan keamanan yang berkelanjutan, melalui konsolidasi institusi baik pemerintahan maupun masyarakat guna mencapai kondisi yang:
  1. Secara Sosial Budaya, mencerminkan suatu tatanan kehidupan yang rukun, aman, tertib, saling menghormati dan menghargai dalam suasana kemajemukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal
  2. Secara Mental Spiritual, menunjukan suasana kebatinan dan kejiwaan manusia Ambon yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menghargai perbedaan keyakinan antar sesama
  3. Secara Politik, mencerminkan sikap dan perilaku manusia Ambon yang demokratis dalam rangka mendukung dinamika masyarakat yang multikultur
  4. Secara Pemerintahan, mencerminkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik secara baik, bersih dan berwibawa
  5. Secara Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), mencerminkan karakter manusia Ambon yang mengutamakan prinsip keadilan, kepastian hukum serta menghargai dan menghormati HAM
  6. Secara Ekonomi, mencerminkan karakter manusia Ambon yang berjiwa wirausaha, jujur dalam berkompetisi untuk meraih peluang usaha tanpa meninggalkan nilai-nilai kolektif sesuai semangat “Bersatu Manggurebe Maju”
  • Mewujudkan Pembangunan Kota Ambon Secara Berkelanjutan. Substansi misi ini adalah tersedianya berbagai infrastruktur publik yang menyebar secara proporsional di semua Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) guna mencapai kondisi yang:
  1. Secara Sarana dan Prasarana, mampu menyediakan berbagai fasilitas pendukung bagi terselenggaranya proses pembangunan yang optimal dan berkelanjutan
  2. Secara Tata Ruang, termanfaatkannya ruang sesuai peruntukan berdasarkan karakteristik wilayah pengembangan dengan tetap memelihara kelestarian fungsi ekosistem
  3. Secara Ekonomi, terfasilitasinya peningkatan dinamika ekonomi yang produktif untuk mendukung terwujudnya Kota Ambon sebagai pusat aktivitas ekonomi dan transit bisnis
  4. Secara Sosial Budaya, terfasilitasinya pelayanan publik dan aktivitas sosial budaya secara optimal
  5. Secara Politik dan Pemerintahan, terfasilitasinya aktivitas politik dan pemerintahan yang efektif dan efisien
  6. Secara Hukum dan HAM, terfasilitasinya hak-hak konsumen dan hak-hak masyarakat lainnya khususnya masyarakat adat.
  • Mewujudkan Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Kota Ambon Yang Bermartabat Secara Berkelanjutan. Substansi misi ini adalah terwujudnya standar kehidupan masyarakat yang layak dan berkualitas, dimana:
  1. Secara Ekonomi, dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan terpadu baik dalam kerangka pendampingan manajerial, bantuan modal usaha dan peralatan serta lain-lain cara yang secara simultan dapat mendukung terciptanya peningkatan kapasitas dan kemandirian masyarakat
  2. Secara Sumberdaya Alam, terkelolanya sumberdaya alam yang tersedia secara optimal mendukung upaya pencapaian standar kehidupan masyarakat Kota Ambon yang berkualitas
  3. Secara Sarana dan Prasarana, terdistribusikan dan termanfaatkannya berbagai fasilitas pelayanan dasar secara optimal
  4. Secara Sosial Budaya, terkonsolidasi dan terfasilitasinya berbagai institusi sosial kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan kualitas spiritual masyarakat
  5. Secara Politik dan Pemerintahan, terciptanya iklim politik yang kondusif dan pemerintahan yang stabil sebagai prasyarat bagi penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel dan transparan, pelaksanaan pembangunan yang partisipatif serta pelayanan publik yang bermutu untuk mendukung upaya-upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat
  6. Secara Hukum dan HAM, tersedianya perangkat hukum daerah yang menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum, kesadaran hukum masyarakat serta penghargaan terhadap HAM sebagai prasyarat bagi upaya mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat.


Iklim

Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena letak pulau Ambon di kelilinggi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.

Kehidupanku

"Hidup adalah sebuah perjuangan"
Ungkapan ini merupakan falsafah hidup yang mendasari langkahku semenjak aku mulai matang dalam berpikir dan bertindak. Menurutku usia bukanlah sebuah harga mati yang lantas mendewasakan seseorang. Namun dinamika kehidupanlah pemicunya. Manis - getir, suka - duka, pasang dan surut, itulah yang menjadikanku memahami apa makna hidup yang sebenarnya.


Tak pernah kusangka Aku harus terpisah dari "dua kacupeng".... ya, hanya untuk membuat hidupku berarti kelak.Aku ingin pengorbanan Mereka tidak lantas diterbangkan angin atau hanya terbuang begitu saja di tong sampah. Tentunya Aku ingin hidupku berarti bagi mereka. Merekalah yang selalu memberi inspirasi dan motivasi sebagai sumber energi yang vital untuk berjuang menghadapi kerasnya hidup.
Bagaikan menghitung bintang di langit, begitulah kebahagiaanku kelak jika Tuhan berkenan segala Sesuatu Indah Pada Waktunya.....